Pentingnya Literasi Informasi untuk Pembelajaran Sepanjang Hayat

Konsep literasi informasi pertama kali diciptakan tahun 1974 oleh Paul G. Zurkowski. Saat itu Zurkowski pentingnya kemampuan literasi informasi di era informasi. Seseorang dituntut memiliki kemampuan untuk mengetahui bagaimana menggunakan informasi dan dapat menggunakannya secara efektif untuk memecahkan masalah. Orang yang memiliki kemampuan tersebut disebut sebagai information literates atau melek informasi.

American Library Association (ALA) pada tahun 1989 mendefinisikan literasi informasi dan menekankankan pentingnya literasi informasi untuk pembelajaran sepanjang hayat. Menurut ALA, untuk menjadi melek informasi, seseorang harus mampu mengenali kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif. Orang-orang yang melek informasi akan siap untuk belajar sepanjang hayat, karena selalu dapat menemukan informasi yang dibutuhkan untuk setiap tugas yang dimiliki atau keputusan yang harus diambil. Sehingga untuk menghasilkan orang yang melek informasi tentu perlu didukung oleh sekolah dan perguruan tinggi dengan mengintegrasikan konsep literasi informasi ke dalam program pembelajaran (ALA, 1989).

UNESCO (2003) juga menekankan bahwa literasi informasi menjadi prasyarat untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat informasi dan merupakan bagian dari hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat.

… it is a prerequisite for participating effectively in the Information Society,and is part of the basic human right of lifelong learning (UNESCO, 2003).

Pentingnya kemampuan literasi informasi untuk pembelajaran sepanjang hayat juga ditegaskan dalam The Alexandria Proclamation on Information Literacy and Lifelong Learning tahun 2005 yang menyatakan bahwa literasi informasi menjadi inti dari pembelajaran sepanjang hayat di mana setiap individu diberdayakan untuk mencari, mengevaluasi, menggunakan dan menciptakan informasi.

 

Information Literacy lies at the core of lifelong learning. (IFLA, 2005)

 

Kemudian pada tahun 2006, IFLA mengeluarkan Guideline on Information Literacy for Lifelong Learning. Pedoman ini dimaksudkan agar membantu pustakawan maupun professional informasi yang terlibat dalam program pendidikan baik Pendidikan dasar hingga tinggi.

          Pentingnya literasi informasi bagi pendidikan menjadi salah satu perhatian dari dunia. Pada tahun 2012, bekerja sama dengan Information for All Programme (IFAP) UNESCO, bagian literasi informasi IFLA menyusun rekomendasi terkait Literasi Media dan Informasi. Dan Pada tahun sebelumnya, tahun 2011, UNESCO menerbitkan Media and Information Literacy Curriculum for Teachers (UNESCO, 2011). Kurikulum ini disusun karena dilatarbelakangi oleh perkembangan masyarakat berpengetahuan di tengah ledakan informasi, setiap orang dapat dengan bebas berekspresi dan dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam proses pemerintahan dan pertukaran budaya. UNESCO berharap dari kurikulum ini, guru menjadi fokus utama dapat memiliki multiplier effect, di mana guru yang melek terhadap media dan informasi dapat memfasilitasi muridnya, dan pada saatnya nanti murid mereka akan berperan untuk membuat masyarakat menjadi melek media dan informasi.  

Penulis: Dian NF, M.Hum

Editor: Dwi Budyarti kurnia Sari