Peran Penting Tenaga Pengajar Pusdiklat dalam Mewujudkan Tenaga Perpustakaan Unggul
Jakarta – Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh negeri telah membawa banyak perubahan dalam segala aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat termasuk juga dalam aspek penyelenggaraan pemerintahan. Hal tersebut menyebabkan pemerintah perlu untuk memikirkan langkah yang tepat untuk tetap memberikan layanan yang prima kepada masyarakat. Perpustakaan Nasional, sebagai institusi pemerintah yang memberikan pelayanan publik, tentunya harus tetap memberikan layanan kepada masyarakat umum namun juga tetap mengedepankan aspek pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat yang berkunjung serta bagi pegawai yang memberikan layanan pada masyarakat.
Selama pandemi mendera, layanan bagi pemustaka tentunya secara penuh ditutup namun hal tersebut tidak bermakna bahwa Perpustakaan Nasional tidak melayani pemustaka, hanya saja, bentuk pelayanan berubah dari pelayanan tatap muka menjadi pelayanan secara daring salah satunya dengan penggunaan aplikasi iPusnas. Pengelolaan perpustakaan dari klasikal menjadi daring tentunya merubah pola kerja serta menuntut kompetensi baru sehingga tenaga perpustakaan tentunya membutuhkan pengembangan kompetensi. Pengembangan kompetensi tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS yang mengamanatkan setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengikuti Pengembangan Kompetensi paling sedikit 20 (dua puluh) JP dalam 1 (satu) tahun dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan.
Adanya pandemi covid-19 tidak hanya memaksa setiap Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) untuk menyelenggarakan dari pelatihan klasikal menjadi pelatihan nonklasikal dengan metode pelatihan berbasis daring atau umum disebut e-learning sebagai adaptasi penyelenggaraan pelatihan dengan menerapkan protokol kesehatan yang berlaku, namun juga merubah pola kerja tenaga kepelatihan Pusdiklat dalam melaksanakan peranannya sebagai tenaga pengajar pelatihan. Tenaga kepelatihan dituntut untuk dapat bekerja dengan lebih fleksibel dan mampu beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi sehingga tetap memberikan layanan pelatihan dan, bagi tenaga pengajar tetap dapat memberikan layanan pembelajaran yang optimal, efisien dan efektif meskipun proses pembelajaran dilakukan secara daring.
Tenaga pengajar Pusdiklat yang merupakan widyaiswara, unsur praktisi, dosen, pembimbing, atau sebutan lainnya yang mempunyai kompetensi untuk memberikan informasi, pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kepada peserta pelatihan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Widyaiswara, sebagai tenaga pengajar utama di lingkungan Pusdiklat, mendapatkan amanat dari Permenpan RB Nomor 22 tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan angka kreditnya untuk melaksanakan tugas pokok dalam mendidik, mengajar, melatih dan melakukan evaluasi serta pengembangan diklat pada lembaga diklat pemerintah. Dengan demikian maka widyaiswara tidak hanya mempunyai peran yang vital dalam suksesnya mengembangkan program pelatihan namun juga memiliki peran penting dalam dalam keberhasilan penyelenggaraan pelatihan baik secara klasikal maupun nonklasikal.
Pada masa sekarang, tenaga pengajar Pusdiklat tetap memiliki tuntutan yang berat. Tenaga pengajar dituntut menjadi pegawai yang kompeten dalam menghasilkan sebuah pelatihan yang berkualitas tinggi serta dituntut untuk mampu memanfaatkan teknologi informasi dalam penyelenggaraan proses pelatihan yang efektif dan efisian. Dengan demikian seorang tenag pengajar perlu mendapatkan tambahan kompetensi baru misalkan kompetensi dalam penguasaan TI dan juga multimedia pembelajaran. Kompetensi dalam pemanfaatan TI oleh tenaga pengajar dan widyaiswara membuat proses pembelajaran dapat berlangsung dengan cepat dan tidak terbatas ruang dan waktu. Kompetensi tersebut juga diharapkan dapat menjadikan pelatihan secara daring dapat berjalan dengan optimal, menarik dan tersampaikan dengan baik.
Tenaga pengajar perlu mengembangkan program pelatihan metode hibrida untuk menjawab tantangan pengembangan kompetensi untuk tenaga perpustakaan tidak hanya untuk pihak Perpustakaan Nasional namun juga untuk pengelola perpustakaan di tanah air. Pengembangan program pelatihan campuran antara klasikal dan nonklasikal dapat mewujudkan pelatihan yang lebih efektif dan efisien. Selain berfokus pengembangan metode hibrida, pelatihan secara daring melalui e-learning tetap harus mendapatkan porsi utama karena metode daring dapat dilakukan secara fleksibel sehingga proses pembelajaran dapat dilakukan lebih lentur dan dapat dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja dan dengan metode synchronous maupun asynchronous. Pelatihan dengan metode daring dan e-learning akan mempercepat pemenuhan kompetensi yang dibutuhkan oleh tenaga perpustakaan tanpa harus mengeluarkan biaya besar dalam proses penyelenggaraannya.
Penulis: Yudhi T. Atmajaya
Editor: Dwi Budyarti Kurnia Sari